
- Kinerja Penyidik Ditreskrimum Polda Sulteng Dipertanyakan
Palu, Metrosulawesi.id – Kinerja penyidik Ditreskrimum Polda Sulteng patut dipertanyakan. Pasalnya, sudah setahun lebih proses penanganan kasus dugaan penganiayaan yang dilaporkan korban George Robert Terry tidak menuai kejelasan.
Disinyalir, penyidik sengaja memperlambat atau melarut-larutkan penanganan kasus itu, karena dugaan penganiayaan yang terjadi di JL. Cut Nyak Dien, pada April 2022 silam tersebut dilakukan lebih dari satu orang pelaku. Bahkan melibatkan salah satu pengusaha tambang di Palu yang diduga menjadi aktor dari semua peristiwa kejahatan tersebut.
Kasus penganiayaan yang dialami George Robert Terry resmi dilaporkannya dengan nomor LP/B/121/IV/2022/SPKT/Polda Sulteng tanggal 16 April 2022.
“Selaku korban tentunya saya sangat mempertanyakan kinerja penyidik Polda Sulteng,” ujarnya kepada sejumlah wartawan, Rabu 31 Mey 2023.
Lanjut George Robert Terry, pasca dilaporkan beberapa pelaku telah dimintai keterangan bahkan telah dilakukan penahanan. Namun, tidak begitu lama para pelaku kemudian dilepaskan lagi, tanpa dilakukan proses lebih lanjut.
“Saya hanya mengharapkan keadilan. Penganiayaan itu membuat saya pingsan bahkan mengeluarkan darah. Bahkan dampaknya masih terasa hingga saat ini,” ungkap George yang saat itu didampingi penasehat hukumnya Elvis DJ Katuwu SH. MH, serta Direktur Koalisi Rakyat Anti Korupsi (KRAK) Sulteng, Harsono Bareki.
Kemudian, selaku penasehat hukum Elvis DJ Katuwu mengaku sangat kecewa terhadap penegak hukum khususnya penyidik Ditreskrimum Polda Sulteng yang begitu lambat dan sangat lama dalam menangani kasus penganiayaan yang dilaporkan kliennya. Dia menilai, kasus itu terkesan diabaikan begitu saja dan kondisi itu menunjukan oknum penyidik yang menangani perkara itu tidak profesional.
“Oknum oknum penyidik seperti ini harus dibersihkan. Karena hanya menyubat jalur penanganan dari penegakan hukum yang dilakukan Polda Sulteng, terhadap setiap masyarakat yang mengharapkan atau menginginkan keadilan,” terangnya.
Elvis menjelaskan, para pelaku yang datang melakukan penganiayaan tidak dikenali korban dan hanya orang suruhan. Karena sebelum kejadian penganiayaan korban lebih dulu berselisih paham dengan seorang ibu rumah tangga (Ci) yang rumahnya berada tepat disamping ruko tempat korban bekerja termasuk dengan salah satu saudara laki laki dari wanita itu yang diduga oknum pengusaha tambang di Palu, terkait masalah parkiran kendaraan proyek.
“Tidak begitu lama, datang para pelaku. Sebelum melakukan aksinya para pelaku lebih dulu kerumah warga (Ci) itu. Ci itu kemudian menunjuk ke korban, dari situ para pelaku mendatangi korban dan langsung mengoroyok korban,” urai Elvis.
Oleh karena itu sejak awal pelaporan di Polda Sulteng, Elvis mengharapkan agar penyidik tidak hanya memproses pelaku yang beraksi dilapangan tetapi juga harus menyeret pelaku atau pihak yang menyuruh para pelaku termasuk warga Ci tersebut.
“Pelaku yang menganiaya sudah sempat ditahan bahkan lebih dari 1×24 jam.Tapi mereka dilepas lagi. Itu kan membenarkan terjadinya peristiwa penganiayaan itu. Tapi kenapa sudah setahun lebih proses penangannya tidak jelas seperti apa. Saya berharap kapolda baru harus menuntaskan ini, jika perlu oknum oknum penyidik yang tidak bekerja profesional disingkirkan saja, karena hanya merusak, citra polri,” harap Elvis.
Jika tidak ditangani dengan serius dan tuntas, pengacara yang pernah menangani kasus sandal jepit itu bersama korban akan melanjutkan pelaporan ke Mabes Polri.
Sementara itu, Direktur KRAK Sulteng, Harsono Bareki, menerangkan dalam kasus ini ada kesewenang wenangan atau penyalahgunaan kewenangan termasuk ketidak pedulian terhadap masyarakat atau orang kecil dan ini tidak boleh terjadi di institusi kepolisian, yang notabenenya adalah institusi yang sangat diharapkan masyarakat.
“Bahwa disinilah masyarakat bisa berlindung, masyarakat dapat dihargai, dengan polisilah masyarakat bisa mendapatkan keadilan dengan sesungguhnya. Olehnya apapun yang berkenan dengan masyarakat harus diberikan pelayanan yang sebaik-baiknya,” urainya.
Dikatakan Harsono, kasus penganiayaan tersebut seharusnya sudah lama selesai karena dirinya yakin polisi sebagai penegak hukum harus bekerja profesional. Tapi akhirnya menjadi tidak profesional kalau bisa dibeli atau diredam oleh institusi atau individu individu pemilik modal.
“Jangan berikan gambaran penanganan hukum yang tidak elok kepada masyarakat, agar masyarakar merasa bahwa polisi ini haruslah dihargai, tetapi jika seperti ini tentunya polisi akan tidak punya harga apa apa di mata masyarakat,” sebutnya.
Oleh karena itu, Direktur KRAK Sulteng tersebut berharap kepada Kapolda yang baru agar menyelesaikan dan menuntaskan kasus itu. Jika kapolda tidak dapat menuntaskan kasus seperti yang dialami George maka KRAK Sulteng akan berkenalan dengan Kapolda Baru dengan caranya.
“Yakni kami akan melakukan aksi di Polda Sulteng dan yakin juga kami akan melakukan aksi di Mabes Polri,” tutupnya.
Reporter: Sudirman