
Palu, Metrosulawesi.id – Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulawesi Tengah mencatatkan untuk jumlah pengguna Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Sulteng meningkat sebesar 386,5 persen.
“Itu mengalami kenaikan dibanding Desember 2021. Semakin banyak masyarakat Sulteng yang mengetahui cara transaksi pembayaran pakai QRIS lewat android,” ujar Kepala BI Sulteng, Dwiyanto Cahyo Sumirat, belum lama ini.
Bukan itu saja, pihaknya juga menargetkan kurang lebih sekitar 100 ribu pengguna QRIS di tahun 2022. Sementara posisi Oktober, ia mengungkapkan bahwa tercatat sudah mencapai 99.221 orang atau hampir seratus persen.
“Sosialisasi dan edukasi mengenai QRIS terus dilaksanakan. Ini juga sejalan dengan pertumbuhan pembayaran non tunai, ditunjukan dengan meningkat pusat jumlah pengguna, volume transaksi, dan nominal transaksi,” ungkapnya.
Lanjut dia, volume transaksi QRIS tumbuh sebesar 141,4 persen pada Agustus 2022 dengan jumlah sebanyak 116 ribu transaksi. Dari sisi nominal, terjadi peningkatan yang tinggi sebesar 40,5 persen atau mencapai Rp17,9 miliar.
“Sekarang masyarakat lebih mengerti kalau simpan uang itu bukan lagi di dompet, melainkan lewat handphone saja juga bisa. Sehingga para pelaku usaha yang menawarkan tidak ragu untuk menyediakan barcode QRIS,” terangnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, sebagai upaya digitialisasi daerah, saat ini telah terbentuk 14 TP2DD (Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah) dari provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi Tengah.
“Berdasarkan hasil IETPD seluruh Pemda di wilayah Sulteng telah berstatus digital oleh Satgas P2DD Nasional. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat baik berkat terjalinnya koordinasi dan sinergi antar TP2DD Sulteng,” katanya.
Pihaknya berharap agar pencapaian ini tetap konsisten, bahkan semakin baik lagi sehingga upaya percepatan dan perluasan digitalisasi daerah di Sulteng semakin berkembang dan dapat direalisasikan oleh seluruh masyarakat.
“Keuntungan lewat kanal digital untuk penerimaan pajak retribusi oleh pemerintah ialah meminimalkan kebocoran data, pencatatan juga lebih tertib, dan kita tidak direpotkan lagi dengan peredaran uang palsu yang digunakan untuk bayar pajak,” ujarnya.
Reporter: Fikri Alihana
Editor: Pataruddin