DIALOG - Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda Provinsi Sulteng, Irwan Haruna (tengah), saat menjadi narasumber Radio Talk di Palu, Senin 12 Desember 2022. (Foto: Ist)

Palu, Metrosulawesi.id – Kepala Bidang Sosial Budaya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sulteng, Irwan Haruna, menekankan dalam penanggulangan stunting perlunya konvergensi untuk mengintegrasikan kegiatan OPD.

Tujuannya agar tercipta penanggulangan stunting yang terintegrasi dan menyeluruh di segala aspek kehidupan. Sebab menurutnya penyebab stunting bukan cuma satu faktor.

“Penyebab stunting ini sangat banyak, tentunya ini memerlukan peran aktif dari stakeholder. Kalau penyebabnya itu adalah tentang pernikahan dini, maka tentunya kita perlukan peran aktif perangkat daerah terkait, misalnya Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2KB),” ujarnya saat menjadi narasumber Radio Talk Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulteng di Palu, Senin 12 Desember 2022.

“Tugas kami sebagai Bappeda memastikan P2KB itu harus mengintervensi daerah yang pernikahan dininya tinggi. Penyebab stunting lainnya misalnya sanitasi, PHBS tidak baik, Bappeda harus memastikan PUPR mengintervensi daerah yang penyebabnya itu karena sanitasinya buruk dan juga penyebabnya air minum yang tidak layak,” tambah Irwan.

Bappeda sendiri merupakan salah satu dari 12 Perangkat daerah di Sulteng yang terlibat langsung dalam program penanganan stunting. Berperan sebagai Ketua tim koordinasi dan konvergensi Percepatan Penurunan Stunting, Irwan menjelaskan peran dan fungsi Bappeda baik di provinsi maupun kabupaten/kota adalah dengan menyelaraskan perencanaan dan penganggaran terkait kegiatan prioritas pencegahan stunting di semua OPD baik di provinsi dan kabupaten/kota.

“Tugas Bappeda merencanakan dan mengkoordinasikan perencanaan serta penganggaran di perangkat daerah. Ini agar terjadi konvergensi di daerah yang angka stuntingnya cukup tinggi. Kami sudah pastikan di 2022, dan 2023 nanti perencanaannya kami sudah lakukan, perangkat daerah sudah mengetahui data beresiko stunting di masing-masing daerah di Provinsi Sulawesi Tengah,” jelas Irwan.

Dia mengungkapkan, Bappeda bersama 12 perangkat daerah dari pemerintah provinsi, pusat dan swasta sudah melakukan intervensi yang dilakukan secara terpadu bersama-sama kepada kelompok sasaran prioritas yang tinggal di desa untuk mencegah stunting.

Desa itu yakni Waturalele di Kabupaten Sigi dan desa Marantale di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo).

Dua kabupaten dijadikan pilot project konvergensi stunting karena mengingat Sigi sebagai daerah tertinggi angka stunting sebesar 40.7% dan diikuti Parigi Moutong 31.7% berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021.

“Di situ (Desa Waturalele Sigi dan Marantale di Parimo) kita sudah melakukan bukti nyata konvergensi. Kita mempertemukan dan melibatkan perangkat daerah, stakeholder dan juga PKK dengan perannya masing-masing. Mencegah stunting tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri tetapi harus bersatu,” tandas Irwan.

Reporter: Michael Simanjuntak
Editor: Yusuf Bj

Ayo tulis komentar cerdas