Palu, Metrosulawesi.id – Ketua Komnas HAM RI Perwakilan Sulteng, Dedi Askary SH, mengkritik kinerja pemerintah dan Polda Sulteng terkait aktivitas penambangan di Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat.
Dalam siaran persnya yang diterima Metrosulawesi, Senin 9 Maret 2020, Dedi menyebutkan pihaknya telah melakukan penyelidikan terhadap penambangan tersebut. Hasilnya katanya, di kawasan tersebut, tidak ada satu dokumen pun baik terkait izin usaha pertambangan (IUP) atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR) maupun Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diterbitkan, baik oleh Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah.
“Merujuk pada dokumen RT/RW yang ada, kawasan tersebut, bukanlah kawasan yang peruntukannya untuk Pertambangan, melainkan sebagai Pertanian kering dan sebagai kawasan Perkebunan,” jelasnya.
Dedi mengatakan, selain telah melanggar berbagai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, aktivitas pertambangan emas ilegal di Kayuboko, dapat dipastikan juga melanggar Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan serta Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lebih jauh aktivitas pertambangan ilegal tersebut telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2009 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan.
Secara detail Dedi menyebutkan aktivitas penambangan di desa itu telah melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, yang menegaskan sebagai-berikut: ”Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.
Dedi menilai kembalinya beroperasi pertambangan ilegal di Desa Kayuboko, mencerminkan ketidak-seriusan pemerintah (eksekutif, legislatif), lebih-lebih aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun pihak Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup.
Dalam suatu kesempatan kata Dedi Kapolda Sulteng pernah menyebutkan akan memproses siapapun yang terlibat dalam aktivitas penambangan ilegal di desa itu.
“Siapapun yang terlibat, tidak peduli, kita Proses!!!. Pokoknya yang kita tangkap, tidak ada alasan apapun, kalau dia melanggar, ada perbuatan pidana yang dia langgar, karenanya kita proses”, tulis Dedi mengutip pernyataan Kapolda.
“Hanyalah lips service semata”. Buktinya, tambang emas ilegal Kayuboko kembali beroperasi,” tambah Dedi menanggapi pernyataan Kapolda tersebut.
Pertambangan emas di Kayuboko menurut Dedi, dilakukan secara besar-besaran dengan menggunakan sejumlah alat berat seperti eskavator, yang digunakan untuk mengeruk dan dump truck untuk mengangkut material.
“Dapat dipastikan ini adalah praktik illegal mining,” tandasnya.
Aktivitas pertambangan tersebut katanya, sebenarnya telah memberikan kerugian besar kepada negara, dimana melakukan pengerukan terus menerus terhadap sumber daya alam yang tujuannya hanya memperkaya segelintir orang tanpa melakukan kewajibannya kepada negara.
Di balik semua itu, seakan semua pihak (eksekutif dan legislative) lebih-lebih aparat Penegak Hukum tutup mata dan bisu, hingga tidak melakukan langkah hukum apapun. Padahal penegasan dalam Undang-Undang Minerba sangat jelas bahwa “setiap usaha pertambangan bahan galian strategis dan golongan bahan galian vital menurut Undang-undang Pertambangan dan Mineral ini, baru dapat dilaksanakan apabila terlebih dahulu telah mendapatkan izin pertambangan”.
Terhadap mereka yang melakukan pelanggaran ketentuan undang-undang tersebut, maka dapat diancam pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 158 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dedi pun menduga kuat oknum-oknum institusi yang ada di daerah telah “bersetubuh” dengan pemodal.
“Padahal, jika serius, sesungguhnya nampak jelas siapa pelaku utama yang bermain di balik aktivitas pertambangan emas ilegal di Kayuboko, mengingat telah menjadi rahasia umum,” terangnya.
Dedi pun kemudian menyebut seseorang dengan inisial JF yang berada di balik penambangan ilegal itu.
“Hal tersebut dapat dilihat beberapa eskavator dan puluhan dump truck diketahui adalah miliknya. Lebih jauh dugaan keterlibatan yang bersangkutan dapat dilihat dari staf atau orang-orang lapangan yang mengawasi kerja-kerja pengerukan dan pengangkutan di Desa Kayuboko, semisal ada dengan inisial S,” pungkasnya. (*)
Reporter: Udin Salim