SIDANG KI - Suasana menjelang sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Sulteng pekan lalu. Pemohon (kiri) berhadapan dengan termohon. (Foto: Ist)

Palu, Metrosulawesi.id – Sengketa informasi laporan pertanggugjawaban keuangan di Gereja Bethany Palu yang ditangani Komisi Informasi (KI) Sulteng masih dalam proses mediasi. Seperti biasa sidang kedua, Jumat 7 Februari 2020, dihadiri kedua bela pihak diwakili kuasa hukum masing-masing.

Berbeda dengan sidang sebelumnya, persidangan kedua kemarin dipadati banyak pengunjung. Rata-rata mereka adalah jemaat dari Gereja Bethany Palu, yang ingin mengetahui perkembangan sengketa informasi tersebut. Sidang kali ini, termohon Pendeta Sandy Toding tidak tampil sendiri. Dia memberikan kuasa kepada advokat Syarifuddin Datu SH.

Ishak Adam SH, selaku kuasa hukum pemohon BT (bendahara umum Gereja Bethany), mengatakan, persidangan kedua belum masuk pada inti perkara.

“Berdasarkan Perma No 1 2016 tentang mediasi, maka ditunjuklah salah satu hakim mediasi pak Rahim Aco. Dalam persidangan tadi prinsipal pemohon tidak hadir, maka disepekati persidangan ditunda hingga Kamis depan,” kata Ishak kepada Metrosulawesi di kantornya, Jumat 7 Februari 2020.

Meski demikian kata Ishak, pihaknya ada upaya untuk menyelesaikan permasalahan itu melalui jalan damai. Mediasi katanya, adalah sebuah proses penyelesaian sengketa di luar proses peradilan. Nanti apapun hasilnya dalam mediasi tersebut akan disampaikan ke majelis hakim KI. Jika dalam mediasi itu tidak menemukan kesepakatan gagal berdamai, maka barulah masuk ke pokok perkara.

Terkait dengan langkah mediasi itu, Ishak mengaku menyambut baik upaya perdamaian tersebut. Intinya katanya, dalam upaya perdamaian itu, pihaknya selaku pemohon hanya meminta satu hal. Yaitu, termohon harus membuat laporan pertanggungjawaban keuangan dari 2006 hingga 2016. “Kami cuma minta satu hal itu. Termohon membuat laporan pertanggungjawaban keuangan,” ujas Ishak menegaskan.

Masih terkait dengan tuntutan itu, pihaknya juga sudah menerima surat dari sejumlah jemaat Gereja Bethany Palu, yang meminta bendahara umum untuk membuat laporan pertanggungjawaban keuangan.

Di bagian lain, Ishak membantah bila disebut Gereja Bethany tidak berstatus yayasan. Di kop surat yang digunakan pihak Gereja Bethany, tertulis Badan Hukum Gereja: SK Dirjen Bimas Kristen Depag RI tertanggal 17 Januari 2003, lengkap dengan nomor surat keputusannya.

“Jadi tidak benar kalau pak Pendeta Sandy menyebut bahwa Gereja Bethany itu bukan yayasan. Karena di kop surat Gereja Bethany itu tercantum SK Dirjen Bimas Kristen dan ada nomor badan hukum. Jadi jelas Gereja Bethany itu adalah badan hukum non pemerintah,” katanya.

Tidak mungkin SK Bimas Kristen itu keluar tanpa syarat badan hukum. “Oleh karena itu, jelas Gereja Bethany itu ada dalam bentuk yayasan. Nah, kalau dalam bentuk yayasan, maka jika dia memungut uang dari masyarakat in casu para jemaat, maka dia dikatagorikan badan hukum non pemerintah. Dan karena itu wajib hukumnya menyampaikan dokumen-dokumen laporan pertangungjawaban kepada jemaat. Hal itu, juga diatur dalam AD dan ART Gereja Bethany dan tata etika pelayanan,” jelasnya.

Mengutip isi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Komisi Informasi, Ishak mengatakan bahwa pimpinan lembaga yang bertanggung jawab untuk membuat laporan pertanggung jawaban bukan bendahara.

“Siapa yang bertanggung jawab adalah pendeta sebagai pimpinan,” katanya.

Dalam AD/ART kata Ishak, bendahara umum memang bertanggung jawab membuat laporan keuangan. Namun katanya, bagaimana bendahara umum bisa membuat laporan, sementara semua dokumen-dokumen tentang pengelolaan keuangan dipegang oleh bendahara rutin. Karena itu katanya, bendahara umum menyurat ke pimpinan yayasan meminta agar bendahara rutin membuat laporan pertanggungjawaban.

“Tapi apa kenyataannya, bendahara umum malah mendapat surat pemecatan,” kata Ishak.

Sebelumnya, Pendeta, Dr Sandy Tobing yang dikonfirmasi membantah bila disebut pengelolaan dana di Gereja Bethany tidak transparan.

Sandy menjelaskan bahwa Gereja Bethany bukanlah sebuah yayasan. “Gereja bukan perusahaan go public, sama seperti masjid bukan go public. Juga bukan yayasan. Bethany itu bukan yayasan,” jelasnya.

Sandy mengatakan, laporan pertanggungjawaban keuangan setiap saat diumumkan ke para jemaat. Dia menilai langkah yang dilakukan BT terbalik. Mestinya katanya, bendahara umum melaporkan pertanggungjawaban keuangan ke pimpinan. Bukan sebaliknya, pimpinan menyerahkan laporan pertanggungjawaban keuangan ke bendahara.

Hal senada juga diungkapkan bendahara rutin Gereja Bethany, Marie Kasese. Dikonfirmasi terpisah, Marie mengatakan, pihaknya rutin melaporkan penggunaan dana gereja ke para jemaat.

“Jadi kalau dibilang tidak transparan, itu tidak benar. Kareka setiap tiga bulan ada pertanggungjawaban. Hasil audit yang dilakukan bendahara umum itu disampaikan ke pimpinan,” jelasnya.

Reporter: Udin Salim

Ayo tulis komentar cerdas