PENERIMA PENGHARGAAN BI - Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulteng M Abdul Majid Ikram (tengah) foto bersama penerima penghargaan di sela acara pertemuan tahunan BI Sulteng di Palu, Kamis 5 Desember 2019. (Foto: Udin Salim/ Metrosulawesi)
  • Nilai Ekspor Sulteng Masih Terbesar di Salumpua

Palu, Metrosulawesi.id – Bank Indonesia Perwakilan Sulteng memperkirakan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah di 2020 tetap tinggi, mengikuti pertumbuhan tiga triwulan 2019 yang tercatat masing-masing 6,79 persen, 6,48 persen dan 6,07 persen (yoy).

“Namun demikian, terdapat beberapa sektor yang menahan laju pertumbuhan Sulawesi Tengah. Yaitu, penurunan di sektor pertanian, terutama tanaman pangan akibat beberapa infrastruktur pendukung seperti irigasi yang belum optimal pascabencana,” kata Kepala Kantor Perwakilan (KPw) BI Sulteng M Abdul Majid Ikram dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia bertema Sinergi, Transformasi, dan Inovasi Menuju Indonesia Maju di Palu, Kamis 5 Desember 2019.

Majid mengatakan, dari sisi penawaran, kenaikan pertumbuhan ekonomi Sulteng, ditopang oleh sektor konstruksi yang sejalan dengan progres rekonstruksi pascabencana. Selain itu, sektor pertambangan juga tumbuh tinggi didorong oleh tingginya harga nikel dan permintaan. Sektor industri juga masih tumbuh kuat terutama di sektor industri pengolahan logam di Morowali.

“Dari sisi pengeluaran, ekspor yang masih tetap tinggi disertai dan menurunnya impor, menjadikan net ekspor Sulawesi Tengah tetap baik,” ungkapnya.

Dia menambahkan, konsumsi pemerintah juga meningkat seiring keseriusan pemerintah dalam mempercepat proses rekonstruksi. Dari sisi investasi, meski sempat tertahan sebelum Pemilu Presiden, namun investasi kembali meningkat. Hal ini menunjukkan Sulawesi Tengah masih menjadi primadona bagi investor baik asing maupun domestik.

Dari sisi perdagangan, akomodasi, makanan dan minuman, meski mulai berangsur pulih, namun bila dibandingkan tahun lalu kinerjanya menurun. Selain itu, konsumsi rumah tangga (RT) hanya tumbuh 0,57 persen (yoy, rata-rata selama 2019), masih belum mencapai level pertumbuhan sebelum bencana yang mencapai rata-rata 4,97 persen (yoy). Oleh karena itu, BI menyebut percepatan realisasi berbagai bantuan/ insentif untuk masyarakat menjadi hal yang penting.

Sementara itu, dari sisi size ekonomi, Sulawesi Tengah semakin mendekati Papua sebagai peringkat kedua di Kawasan Sulampua (Sulawesi, Maluku, dan Papua) setelah Sulsel dan Papua. Size PDRB Sulawesi Tengah mencapai 12,04 persen dari total PDRB Sulampua. Share PDRB Sulteng yang terus meningkat menjadi indikasi hal ini, yang tentunya tidak terlepas dari kinerja ekspor yang sangat baik.

Nilai ekspor Sulawesi Tengah masih merupakan yang terbesar di Sulampua. Pada periode Januari–Oktober 2019, total ekspor Sulawesi Tengah mencapai USD 4,91 milar, atau 39,9 persen dari total ekspor Sulampua. Tingginya ekspor Sulawesi Tengah terutama ditopang oleh ekspor komoditas olahan nikel dan gas, yang pangsanya mencapai 96,74 persen.

Di sisi lain impor hanya USD 2,45 miliar, sehingga neraca perdagangan luar negeri Sulawesi Tengah tercatat surplus sebesar USD 2,36 miliar, atau tumbuh 7,19 persen (yoy).

Pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi mendorong perbaikan di sisi ketenagakerjaan, meskipun kesejahteraan masyarakat belum sepenuhnya pulih. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2019 mencapai 3,15 persen lebih rendah dibandingkan tahun lalu yakni 3,43 persen.

Sementara itu, distribusi pendapatan masyarakat semakin membaik sebagaimana dicerminkan rasio gini Sulawesi Tengah dari 0,346 menjadi 0,327.

“Namun, perlu menjadi perhatian meskipun tingkat kemiskinan turun dari 13,69 persen menjadi 13,48 persen, masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata Sulawesi yang mencapai 11,42 persen (bahkan Provinsi Sulut hanya 7,59 persen),” jelasnya.

Selain itu, nilai tukar petani (NTP) Sulawesi Tengah mencapai 95,40 (NTP nasional 104,14), dimana mencerminkan masih rendahnya daya beli petani.

Kata dia, BI Sulawesi Tengah senantiasa akan mendukung sasaran kebijakan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia Pusat.

“Dalam upaya meningkatkan ekonomi khususnya di sektor UMKM, Bank Indonesia terus berkomitmen meningkatkan kapabilitas dan kapasitas pelaku usaha UMKM di berbagai kabupaten/Kota Sulawesi Tengah melalui end to end process yang kami lakukan,” katanya.

Beberapa jenis UMKM yang dibina oleh Bank Indonesia mencakup industri makanan (Ravofioka Simple, Cokelat), pengolahan kopi (Surayah), pengolahan bawang goreng (Jempol), industri kreatif tenun (Kelompok Tenun Kharisma), industri kreatif kayu hitam (Bapak I Gusti Satriawan) yang produknya juga dihadirkan dalam pertemuan kemarin.

“Untuk UMKM Surayah, telah berhasil menjadi juara entrepreneur muda Syariah dalam Festival Ekonomi Syariah Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia bersama Pemkab Morowali dan Pemkab Banggai mendorong kerjasama (linkage) antara pelaku usaha UMKM dengan korporasi besar IMIP dan Donggi Senoro. Kami mengharapkan tahun depan terdapat UMKM binaan BI yang Go Ekspor dan Go Digital,” ujar Majid.

Bank Indonesia juga memiliki kepedulian terkait dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan peningkatan kesejahteraan masyarakat umum. Selama 2019, BI Sulteng telah menyalurkan beasiswa kepada 150 mahasiswa di 3 universitas dengan jumlah mencapai Rp1,8 miliar.

Selain menerima beasiswa, 150 mahasiswa tersebut didorong untuk mengembangkan kapasitas diri dan kepedulian sosial melalui Generasi Baru Indonesia (GenBi).

“Selain kendala yang timbul pascabencana, dalam pengembangan ekonomi ke depan masih terdapat beberapa tantangan yang perlu dicermati dan dihadapi. Pertama, tantangan dari sisi eksternal dengan berbagai ancaman antidumping untuk komoditas utama ekspor, volatilitas tekanan harga komoditas serta dampak perang dagang yang memengaruhi permintaan dunia yang pada akhirnya juga berdampak pada permintaan ekspor dari Sulawesi Tengah,” sebut dia.

Selain itu, tantangan dari sisi internal, seperti kondisi konsumsi rumah tangga yang masih tertahan dan belum kembali pada level sebelum bencana. Serta infrastruktur pendukung sektor utama perekonomian yang masih harus terus dipercepat guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah.

“Semua kendala dan tantangan tersebut diperkirakan dapat membuat pertumbuhan ekonomi tertahan untuk dapat tumbuh lebih tinggi.”

“Untuk perekonomian Sulawesi Tengah di tengah semua tantangan dan kendala berdasarkan hasil asesmen kami, ekonomi Sulawesi Tengah 2020 diperkirakan tumbuh stabil pada kisaran 6,1–6,5 persen (yoy). Secara umum, faktor penopang pertumbuhan ekonomi 2020 masih ditopang oleh kinerja ekspor yang diperkirakan masih akan tetap tumbuh positif, peningkatan investasi serta perbaikan konsumsi rumah tangga,” katanya.

Pertumbuhan ekspor, investasi dan konsumsi diperkirakan masih menjadi pendorong ekonomi Sulawesi Tengah secara keseluruhan. Ekspor utama dari produk baja turunan diperkirakan akan tetap tinggi ditengah permintaan yang diperkirakan menurun. Hal ini dikarenakan faktor harga nikel yang mengalami peningkatan yang signifikan pasca keluarnya aturan pelarangan ekspor bijih nikel.

Sedangkan dari sisi investasi, berlanjutnya komitmen pembangunan untuk kawasan industri di Morowali dan Morowali Utara akan mendorong investasi tumbuh cukup tinggi. Ditambah dengan perbaikan infrastruktur yang masih akan berlanjut hingga 2022.

Dari sisi konsumsi, perbaikan lapangan usaha pertanian dan juga PILKADA pada semester II 2020 akan mendorong peningkatan konsumsi baik dari rumah tangga maupun konsumsi LNPRT.

“Selain itu, terdapat hal yang perlu diperhatikan, pertumbuhan ekonomi Sulteng yang diperkirakan masih baik hanya ditopang secara spasial oleh wilayah Kabupaten Morowali dan Banggai. Untuk itu, perlu upaya mencari sumber-sumber pertumbuhan ekonomi di luar kedua wilayah tersebut seperti di sektor pariwisata yang memiliki potensi di Kabupaten Touna, Tolitoli, Poso dan Percepatan KEK Palu serta Pelabuhan Pantoloan.

“Sementara itu, di Kabupaten Morowali Utara juga akan meningkat ekonominya seiring dengan realisasi investasi baru yakni Stardust Industrial Park Morowali Utara,” ungkap laki-laki berkaca mata itu.

“Seperti telah kami kemukakan, sinergi, transformasi dan inovasi merupakan tiga kata kunci dalam menghadapi dampak dari memburuknya ekonomi global dan semakin semaraknya digitalisasi. Semangat ini yang kami bangun di Bank Indonesia, baik dalam pelaksanaan tugas-tugas kami sendiri, maupun dalam bermitra dengan Pemerintah, OJK, dan para mitra kerja yang selama ini telah erat akan semakin diperkuat.”

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah pun menyambut baik pertemuan tahunan yang dilaksanakan oleh BI.

“Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah menyambut baik pertemuan ini yang sudah menjadi agenda tetap tahunan kantor perwakilan bank indonesia provinsi sulawesi tengah, yang tahun ini mengangkat tema “sinergi, transformasi dan inovasi”, karena kita tahu, bank indonesia sebagai advisor strategis pemerintah daerah, yang telah memberikan manfaat nyata, bagi perekonomian daerah, sehingga keberadaan kantor perwakilan bank indonesia di daerah, sebagai mitra strategis bagi pemerintah daerah, mampu membawa angin segar sinergltas institusional,” ungkap Asisten III Pemprov Sulawesi Tengah Bidang Administrasi Umum, Hukum dan Organisasi Mulyono saat mewakili Gubernur Sulawesi Tengah dalam pertemuan itu.

Kata dia, untuk meningkatkan inovasi, tentu dibutuhkan sinergitas institusional, yang terbangun melalui komitmen koordinasi,dan kerjasama yang erat lintas instansi, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan menciptakan kebijakan publik yang berkualitas, salah satu bentuk koordlnasi dan kerjasama tersebut, adalah wadah tim pengendalian inflasi daerah atau tpid, yang saat ini telah terbentuk di seluruh kabupaten/kota Sesulawesi Tengah, sebagai upaya menjaga stabilitas harga.

Pertemuan Tahunan BI Provinsi Sulteng 2019 sendiri dilaksanakan dalam rangka meningkatkan sinergi KPw BI Sulteng sekaligus ajang pemberian apresiasi kepada para stakeholder BI yang setia mendukung dan mensukseskan program kerja Bank Indonesia.

Reporter: Tahmil Burhanudin
Editor: Udin Salim

Ayo tulis komentar cerdas