SAMBUTAN - Ketua Dewan Pengarah LSP-P1 SMKN 3 Palu, Triyono, saat menyampaikan sambutan di kegiatan pendidikan asesor kompetensi (Workplace Assessor Training), di salah satu Aula LPMP Provinsi Sulawesi Tengah, Selasa, 19 November 2019. (Foto: Moh Fadel/ Metrosulawesi)

Palu, Metrosulawesi.id – Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Pertama (LSP-P1) SMK Negeri 3 Palu, bekerjasama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), menggelar Pendidikan Asesor Kompetensi (Workplace Assessor Training), di Aula LPMP Provinsi Sulawesi Tengah, Selasa, 19 November 2019.

Ketua Dewan Pengarah LSP-P1 SMKN 3 Palu, Triyono, mengatakan, yang mengikuti kegiatan itu sebanyak 48 orang, yang dibagi menjadi dua kelas.

“Sebab mengacu pada aturan di BNSP, bahwa untuk pelatihan asesor seperti ini prosedur atau SOP terbaru maksimal per kelas 24 orang, minimalnya 20 orang,” ungkapnya.

“48 orang itu berasal dari delapan kabupaten/kota di Sulteng pada 15 SMK. Jadi ada dari Kabupaten Buol, Tolitoli,  Donggala, Kota Palu, Sigi, Tojouna-una, serta kabupaten lainnya,” kata Triyono.

Menurut Triyono, peserta yang mengikuti pelatihan asesor itu bervariasi, sebab sifat kegiatannya diklat kompetensi metodologi.

“Jadi peserta di kegiatan ini bermacam-macam, ada dari jurusan kelompok kelautan, pertanian, bisnis manajemen, teknologi, dan pariwisata, ini tergantung dari sekolah yang mengirim, tetapi sifatnya masih umum. Yang membedakan nanti itu, seorang asesor harus mempunyai sertifikat kompetensi sesuai jurusannya,” ungkapnya.

Triyono mengatakan, ada empat master asesor BNSP yang akan mengajar dan menguji para peserta di dua kelas.

“Contohnya, Kelas A, dua orang master asesor mengajar. Begitu pun kelas B, dua orang. Kemudian pada saat ujian, para master asesor ini disilang, yang menguji di kelas A dipindah ke kelas B, begitupun sebaliknya. Sehingga nanti semua proses pelatihan menjadi kewenangan BNSP, dalam hal ini master asesor,” ujarnya.

“Setelah mereka mengikuti kegiatan ini akan dilihat, jika mereka sudah memiliki sertifikat kompetensi minimal level IV, maka guru itu bisa menguji. Tetapi jika hanya memiliki seritifikat metodologi, belum mempunyai kewenangan untuk menguji. Kemudian pada saat menguji itu harus mempunyai payung, yakni LSP,” ujarnya.

Triyono mengatakan, jika suatu sekolah tidak bisa mendirikan LSP, maka bisa membuat jejaring. Misalnya, kelompok teknologi bernaung di LSP SMKN 3 Palu, sekolah lain itu tidak perlu mempunyai LSP di sekolahnya, tetapi asesornya bisa saling membantu.

“Kemudian di Kota Palu misalnya ada SMK yang sama-sama fokus di teknologi, seperti SMKN 3 Palu dan SMK Muhammadiyah, maka asesor dari SMK Muhmmadiyah bisa menguji siswa SMKN 3 Palu, sebaliknya, asesor dari SMKN 3 Palu bisa mengajar di SMK Muhammadiyah,” katanya.

“Tujuan sebenarnya kegiatan ini untuk meningkatkan kualitas guru kejuruan dengan menghasilkan lulusan yang kompeten dan siap kerja. Jadi ending-nya, gurunya kompeten dulu, setelah itu siswanya diajak berkompeten. Jika sudah kompeten, siswa diharapkan bisa bekerja, baik membuka lapangan pekerjaan sendiri, atau bekerja di dunia industri,” ujarnya.

Reporter: Moh Fadel
Editor: Yusuf Bj

Ayo tulis komentar cerdas