Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tengah M Abdul Majid Ikram saat menyampaikan kondisi perekonomian Sulawesi Tengah, Senin, 4 November 2019 di Palu. (Foto: Dok. BI Sulteng)
  • Dampak Bencana 2018

Palu, Metrosulawesi.id – Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulawesi Tengah M Abdul Majid Ikram menyebut bahwa perekonomian Sulawesi Tengah Triwulan II 2019 tumbuh sebesar 6,62 persen (yoy) sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,98 persen (yoy).

Hal yang menyebabkan hal tersebut adalah melambatnya pertumbuhan konsumsi RT (Rumah Tangga) pascabencana dan PMTB (Pembentuk Modal Tetap Bruto) / investasi pada triwulan laporan walaupun telah ditopang oleh tingkat ekspor yang cukup tinggi.

“Selain itu perlambatan ini juga disebabkan oleh Realisasi Belanja pemerintah yang sedikit terkendala pada triwulan II 2019 akibat beberapa program harus disesuaikan dengan program pasca bencana,” ungkap Majid, Senin 4 November 2019.

Pasca bencana sebagian besar Lapangan Usaha (LU) utama berada pada fase perlambatan. Pertanian masih tertahan akibat kerusakan irigasi di daerah sentra pertanian, seperti Kabupate Sigi, sedangkan perdagangan dan akomodasi makanan minuman (akmamin) masih belum kembali ke level pertumbuhan sebelum gempa.

Sektor pertambangan sedikit terpengaruh bencana terutama pada galian C di Kabupaten Donggala dan sekitarnya. Sementara itu, sektor industri lebih dipengaruhi oleh kondisi negara mitra dagang. Di sisi lain, LU konstruksi justru terakselerasi pasca gempa yakni tumbuh hingga 12 persen (yoy).

“Selain didukung oleh faktor pembangunan pasca bencana, LU konstruksi juga didukung oleh pembangunan pabrik dan PLTU di IMIP dan PLTA Poso, serta pembangunan lainnya. Di sisi lain net-ekspor Sulteng masih tercatat surplus meski impor tumbuh tinggi. Surplus ekspor mencapai USD 1,73 miliar pada Januari–Agustus 2019, atau tumbuh 2,76 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” katanya.

Dari sisi inflasi, Sulteng tercatat deflasi 0,35 persen (mtm) atau inflasi 5,71 persen (yoy) pada September 2019. Kata dia, masih tingginya inflasi tahunan (yoy) sebenarnya lebih disebabkan oleh faktor base effect, yakni dampak dari tingginya inflasi pasca gempa, namun jika dillihat perkembangan inflasi secara akumulasi atau year to date (ytd) hanya 1,4 persen (ytd), masih jauh lebih rendah dari rata-rata 3 tahun terakhir yakni 2,28 persen (ytd).

Pertumbuhan ekonomi Morowali sendiri sedang berada pada tahap normalisasi yaitu tumbuh sebesar 12,39 persen (yoy) pada tahun 2018 sedikit melambat dibanding pertumbuhan tahun 2017 sebesar 14,10 persn (yoy), hal ini merupakan hal yang wajar mengingat pertumbuhan ekonomi Morowali yang cukup tinggi pada periode 2015.

Sejak tahun 2013 terjadi perubahan struktural pada ekonomi Morowali dimana pangsa sektor pertambangan menurun dari 49,54 persen turun menjadi 11,09 persen di tahun 2018, digantikan dengan peningkatan sektor industri dari 11,09 persen pada tahun 2013 menjadi 37.95 persen pada 2018.

Dari sisi ekspor, Morowali diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan optimalisasi hilirisasi lanjutan dari nikel.

“Perihal invetasi, pada periode pembangunan industri stainless steel, Kabupaten Morowali menerima PMA yang besar pula yaitu dengan puncaknya berada pada tahun 2017 sebesar USD 1.292,2 juta, sedangkan pada tahun 2018 sedikit menurun pada USD 534,1 Juta dan pada tahun 2019 (hingga triwulan II 2019) sebesar USD 520,1 Juta Namun PMA Morowali diperkirakan masih akan tetap tinggi seiring ekspansi korporasi IMIP dan adanya pabrik baterai lithium,” jelasnya.

Dalam menanggapi hal tersebut Pemkab Morowali berupaya mengembangkan perekonomian bukan hanya dari sektor industri namun juga sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan. Usaha Pemkab Morowali dalam mengembangkan perekonomian Morowali tercermin dalam visi dan misinya, khususnya misi peningkatan pengelolaan SDA, peningkatan produksi pangan, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Usaha dalam meningkatkan pengelolaan SDA dilakukan dengan melibatkan UMKM lokal dan koperasi. Selain agar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyerap tenaga kerja lokal dengan tetap menjaga iklim investasi yang baik.

Hal ini juga disampaikan oleh Majid dalm kegiatan Diseminasi Laporan Perekonomian Provinsi (LPP) Sulawesi Tengah Triwulan II di Kabupaten Morowali sebagai salah satu upaya dalam rangka memberikan gambaran perkembangan perekonomian terkini Provinsi Sulawesi Tengah yang dilakukan secara intensif dan langsung dipaparkan kepada stakeholder terkait pada 24 Oktober 2019 lalu.

Reporter: Tahmil Burhanudin
Editor: Pataruddin

Ayo tulis komentar cerdas