
- Punya Sabu 10,69 Gram, Jaksa Narkoba Hanya Dituntut 11 Tahun
Palu, Metrosulawesi.id – Kuasa hukum terdakwa kasus narkoba, Heri Yusuf alias Heri-—Muh Rasyidi Bakry SH MH, menilai besaran tuntutan jaksa penuntut umum terhadap kliennya berlebihan dibanding dengan tuntutan dalam kasus yang sama.
“Padahal berat barang bukti sabu yang ditemukan ada yang sama atau bahkan lebih berat dari yang disangkakan terhadap klien kami. Namun, malah dituntut dengan ancaman yang lebih berat,” kata Rasyidi dan rekannya Andirwan SH dalam nota pembelaan yang disampaikan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Palu, Rabu 18 September 2019.
Disparitas tuntutan seperti ini sebut mereka, tentulah mengingkari salah satu asas hukum yang paling fundamental, yakni equality before the law atau persamaan kedudukan setiap orang di hadapan hukum.
Sebelumnya, Heri didakwa dengan Pasal 114 ayat (1) Jo. Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009, dituntut dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp10 miliar subsider selama enam bulan penjara. Saat ditangkap, ditemukan 3 paket sabu yang disangka sebagai milik terdakwa dengan total berat bersih 1,3864 gram.
Menurut Rasyidi, tuntutan JPU terhadap kliennya terlihat sangat berlebihan jika membandingkan dengan tuntutan JPU terhadap terdakwa lain dalam kasus narkotika.
Untuk membuktikan terjadinya disparitas tuntutan, kedua advokat itu kemudian membeber sejumlah kasus dalam pledoinya. Misalnya kata mereka, kasus terdakwa Eryanto alias Anto, dituntut pidana penjara 10 tahun dan denda Rp10 miliar subsidair enam bulan penjara. Adapun barang bukti dari perkara ini adalah: 20 paket sabu, dua timbangan digital, lima pak plastik klip warna putih, dll. Terdakwa divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsidair enam bulan penjara.
Kasus lainnya, terdakwa Muh Ramli Syaputra dituntut pidana penjara delapan tahun denda Rp10 miliar subsidair enam bulan penjara. Adapun barang bukti dalam perkara ini adalah tiga paket kecil berisi sabu, satu timbangan digital, dll. Terdakwa divonis enam tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsidair enam bulan penjara.
Selanjutnya, kasus Parly Parapae alias Parly dan Abdul Azis Fatta bin Azis. Keduanya dituntut masing-masing delapan tahun, denda Rp800 juta, subsider tiga bulan penjara. Adapun barang bukti dalam perkara ini adalah satu plastic klip sabu seberat 4,5993 gram, dll. Terdakwa divonis masing-masing enam tahun penjara denda sebesar Rp800 juta subsidair tiga bulan penjara.
Kemudian kasus Hendri dan Indra Saputra alias Gilang dituntut masing-masing selama 12 dan denda sebanyak Rp1 miliar subsidair tiga bulan penjara. Keduanya divonis 10 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider tiga bulan penjara. Barang buktinya, sabu sebanyak 29 paket berat bruto 41.45 gram.
Dan yang paling ironis dari soal disparitas tuntutan JPU dalam perkara narkotika tersebut kata mereka, adalah kasus dengan terdakwa Rival Zulung alias Ival. Kasus yang disidangkan di PN Palu itu memiliki barang bukti sabu seberat 10,69 gram, satu timbangan digital, dll.
“Terdakwa Rizal yang bekerja sebagai jaksa ini, seorang penegak hukum yang mestinya jadi tauladan, hanya dituntut 11 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsidair enam bulan penjara,” sebut mereka.
“Jika dibandingkan dengan dengan berat barang bukti sabu yang disangkakan dipunyai oleh klien kami yang hanya seberat 1,3864 gram, maka tentulah sangat jauh. Tapi kenapa klien kami dituntut lebih berat?,” tanya kedua advokat itu.
Dengan melihat disparitas tuntutan yang dijatuhkan terhadap terdakwa dengan contoh-contoh kasus tersebut, maka perlu dipertanyakan, adilkah tuntutan yang telah dijatuhkan JPU terhadap terdakwa Heri? Dalam pandangan mereka, hal tersebut, tentunya sangat tidak adil. Terlebih lagi, terdakwa lain, bahkan memiliki barang bukti sabu yang jumlahnya lebih dari 5 gram yang mestinya bisa dituntut jauh lebih berat dari kliennya.
Keduanya berpendapat bahwa upaya pemberantasan narkoba, tidak bisa lagi dilakukan dengan cara-cara yang penuh sandiwara dan kepura-puraan.
“Hari ini mungkin anak atau saudara kita belum terpapar, tapi tanpa penanganan yang serius dari aparat, maka hal itu hanya tinggal tunggu waktu. Dan upaya pemberatasan Narkoba yang tidak dilakukan secara serius hanya akan jadi tontonan komedi yang tidak lucu,” sebut mereka.
Dikatakan, posisi terdakwa sebagai pengecer dari bandar besar dan jaringannya harus juga dilihat sebagai korban. Terdakwa mestinya diajak sebagai justice collaborator untuk membantu mengungkap jejaring pengedar narkoba jika kita ingin benar-benar serius memerangi narkoba di negeri kita yang tercinta ini, khususnya di Kota Palu.
Rasyidi mengatakan, adalah fakta bahwa terdakwa tidak mendapat pendampingan pada saat proses penyidikan, dan ini tentunya sangat memengaruhi fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
“Kami mohon agar Majelis Hakim mau mempertimbangkan secara serius persoalan ini, karena bagaimana pun hal ini adalah perintah UU yang jika dikesampingkan akan mengingkari prinsip due process of law atau proses hukum yang adil yang jadi prinsip utama dalam penegakan hukum pidana,” pinta keduanya.
Pada akhirnya mereka memohon agar majelis hakim menerima pledoi dan menyatakan tuntutan jaksa tidak terbukti.
Reporter: Udin Salim