
- Ahmad Haryadi: Bangunannya Melanggar Garis Sepadan Pantai
Palu, Metrosulawesi.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Palu akan menertibkan sejumlah bangunan yang berdiri di atas zona merah. Dua di antara bangunan itu adalah Swiss-Belhotel dan Komplek Perumahan Citraland.
“Ada enam yang disepakati untuk ditindaklanjuti dan akan ditertibkan di antaranya, Swiss-Belhotel bangunannya itu telah melanggar garis sepadan pantai, begitupun Citraland melanggar sepadan pantai. Termasuk pemukiman warga yang tetap membangun di kawasan yang melanggar sepadan pantai, temasuk di Mamboro,” kata Kepala Seksi Monitoring dan Tata Ruang, Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu, Ahmad Haryadi menjawab Metrosulawesi, di ruang kerjanya, Kamis 5 September 2019.
Sehari sebelumnya, memang digelar ekspose hasil audit yang dihadiri sejumlah pejabat. Di antaranya dari Kementerian ATR/BPN, para PPNS penataan ruang dan unsur teknis di Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang. Pertemuan yang dibuka Sekdaprov Sulteng, Dr Hidayat Lamakarate itu berlangsung, Rabu 4 September 2019.
Ahmad juga mengatakan, dalam pertemuan bersama dengan Kementerian ATR/BPN itu menghasilkan beberapa kesepakatan yang akan ditindaklanjuti untuk dilakukan penertiban.
Salah satu kesepakatan itu, adalah larangan membangun bangunan di kawasan zona merah. Itu tidak dibolehkan dan melanggar aturan. Karena dari arahan, peta zona rawan bencana, seperti hunian tetap, tidak diperbolehkan untuk dibangun di wilayah zona merah. Olehnya itu kebijakan pemerintah saat ini warga yang masuk zona merah harus direlokasi.
“Jadi mereka yang membangun di zona merah tidak ada izinnya, sebab mereka telah melanggar batas sepadan pantai yang jaraknya itu 100 meter. Pemerintah Kota Palu telah melakukan imbauan dengan memasang papan informasi yang ditempatkan di sepanjang pantai teluk Palu, masyarakat telah ditegaskan tidak dibolehkan membangun bangunan baru atau merehab,” ungkapnya.
Penertiban terhadap bangunan Swiss-Belhotel dan perumahan Citraland, karena keduanya telah melanggar garis sepadan pantai.
Tidak hanya bangunan di sepadan pantai, kata Ahmad, pihaknya juga akan menertibkan bangunan yang berada di bantaran sungai. Di sunggai Palu sepadan itu jaraknya 20 meter sebab sudah bertanggul. Tetapi berdasarkan audit, ada beberapa bangunan yang melanggar atau masuk dalam sepadan itu.
“Penertiban akan dilakukan oleh unsur Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang membidangi masalah tata ruang, di Kota Palu ada lima PPNS itu, olehnya itu mereka yang akan turun melakukan proses untuk teguran, pembinaan, hingga penertiban,” ujarnya.
Ahmad mengatakan, Peraturan daerah (Perda) tentang RTRW Kota Palu yang diterbitkan pada 2011 memang sudah masuk massa peninjauan kembali. Berdasarkan peraturan perundang-undangan katanya, RTRW itu harus direvisi.

“Kami telah melihat beberapa kawasan secara daya dukung dan daya tampung, misalnya di dalam RTRW 2011 telah ditetapkan sebagai kawasan pertanian, tetapi secara daya dukung dan daya tampung lingkungan sekitarnya tidak menunjang, seperti tidak adanya lagi saluran irigasi, untuk itu kita tinjau kembali untuk dengan dilakukan perubahan fungsi,” jelasnya.
Menurut Ahmad, perubahan fungsi itu bisa saja sebagai permukiman, atau bisa berpotensi menjadi wilayah pertambangan.
Dokumen revisi RTRW Kota Palu 2011 itu katanya, sebenarnya sudah selesai sebelum bencana lalu. Bahkan di 2019 ini sebenarnya sudah diproses persetujuan substansi ke Kementerian ATR.
“Hanya saja sementara dalam proses pembahasan, kemudian terjadi bencana. Ditambah lagi, kita masih minim tentang kajian-kajian mitigasi bencana, maka setelah diaudit Kementerian ATR/BPN dokumen RTRW Kota Palu yang tahun lalu, sudah tidak bisa dipakai lagi,” katanya.
Sehingga kata Ahmad, pihak Kementerian ATR pada November 2018 lalu telah menganggarkan melalui DIPA mereka untuk melakukan bantuan teknis penyusunan RTRW, dan penyusunan itu sudah dilakukan tahun ini.
“Bantuan teknis ini dilaksanakan sejak Juni dan ditergetkan November tahun ini sudah selesai semua persetujuan subtansi, hingga rekomendasi peta dari BIG sebagai syarat untuk pengajuan Perda, kemudian Insya Allah di November-Desember kita sudah usulkan materi teknis penyusunan RTRW ini ke DPRD Kota,” ujarnya.
Sehari sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Sulteng, Dr Hidayat Lamakarate mengatakan, ada cukup banyak pelanggaran dan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang publik dengan dokumen RTRW kabupaten/kota.
“Dipakai galian C tapi di RTRW untuk pertanian, jadi izinnya bermasalah,” beber Hidayat menyoal temuan di Palu dan Donggala.
Kasus lain lanjut Hidayat, adalah pelanggaran pemukiman di wilayah sepadan sungai atau pantai oleh warga. Bahkan di Mamboro, dia melihat kini sudah banyak muncul rumah-rumah semi permanen di dalam zona merah rawan bencana.
“Ini semua perlu kita tegasi. Jangan biarkan masyarakat semaunya dia,” imbuhnya.
Senada dengan Sekdaprov, perwakilan Kementerian ATR/BPN Muh. Iksan Firmansyah mengharap momen audit ini dapat menjaring masukan-masukan untuk meningkatkan objektivitas audit.
“Sehingga bisa menindaklanjuti dan merekomendasikan ke TKPRD (Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah) provinsi, kota dan kabupaten,” harapnya.
Reporter: Moh Fadel
Editor: Udin Salim