Endang Hardianti.
  • Sosok Pejuang Kaum Perempuan di Lembah Palu yang Duduk di DPRD Sigi

Tepat pukul 10.00 Wita, Jumat 30 Agustus 2019, 30 wakil rakyat yang duduk di DPRD Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah periode 2019-2024 resmi diambil sumpahnya. Dari 30 anggota legislative ini, delapan wajah lama,  sedang 22 orang merupakan wajah-wajah baru. Namun dari keseluruhan  para politisi ini hanya tiga orang politisi perempuan. Satu diantaranya adalah politisi Endang Herdianti, kader Nasional Demokrat (NasDem) dari  daerah pemilihan V (Kecamatan Marawola, Kinivaro dan Marawola Barat)

ENDANG HARDIANTI. Mendengar namanya bagi kaum perempuan di Lembah Palu sudah tidak asing lagi. Akrab disapa Endang dikenal sebagai salah satu perempuan  yang berjuang membela hak-hak perempuan di Lembah Palu. Lebih satu dasawarsa waktunya dicurahkan untuk membangun kesadaran para perempuan urban di Kota Palu maupun yang ada di pelosok desa-desa di Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala.

Dalam kiprahnya, ia bersama dengan rekan seperjuangan di LSM Solidaritas Perempuan, konsisten membela buruh perempuan migran yang hanya menjadi sapi perahan perusahaan jasa pengiriman TKI, mengadvokasi korban kekerasan dalam rumah tangga, serta memperkuat ketahanan ekonomi perempuan.

Dalam kurun enam tahun terakhir, jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako ini memperluas medan perjuangannya dengan bergabung di Partai NasDem. Nasib baik belum berpihak padanya saat maju menjadi caleg di Kabupaten Sigi pada Pemilu 2014. Gagal, tidak menyurutkan tekad Endang untuk memperjuangkan nasib perempuan di parlemen.  

Melalui Pemilu Legislatif 2019, mantan Ketua Solidaritas Perempuan Palu ini, berhasil mencatatkan namanya di antara 30 anggota DPRD Sigi periode 2019-2024 yang diambil sumpah dan janjinya pada 30 Agustus 2019 ini.

Lantas apa motivasinya terjun ke politik? Dengan tegas menyebutkan  mantan Ketua Korps HMI Wati ini terjun ke politik, berangkat dari keprihatinan atas banyak regulasi yang merupakan produk politik justru tidak berpihak pada perempuan. Belum lagi kebijakan anggaran yang menurutnya hanya menetes untuk program-program pemberdayaan dan perlindungan terhadap perempuan.

“Perjuangan tidak cukup hanya menyentuh persoalan di hilir, tapi persoalan di hulu (regulasi dan program) tidak tertangani dengan baik. Semua harus ditangani secara simultan,” kata Endang.

Olehnya itu,  agenda perioritas setelah bekerja sebagai wakil rakyat adalah merampungkan Perda buruh migran yang sekian tahun didorong aktivis perempuan di Kabupaten Sigi.

“Pemulihan dan pemenuhan hak-hak perempuan korban bencana gempa dan likuifaksi juga menjadi perioritas,” ungkap Endang.

Diakui Endang, kerja-kerja di parlemen jauh lebih berat dibanding kerja-kerja di basis rakyat. Setiap gagasan butuh dukungan lintas partai yang ada di dewan serta diterima oleh eksekutif.

“Dalam praktiknya kadang tidak semudah yang dipikirkan. Semua harus dikompromikan, namun sesuatu yang sifatnya prinsip tentu harus saya dan teman-teman seperjuangan akan pertahankan,” paparnya.

Istri dari aktivis lingkungan Ahmad Pelor ini juga menyadari godaan jabatan dan materi di dunia politik terkadang memabukan bagi sebahagian orang sehingga idealismenya tergadai dan melupakan misi mulianya diawal terjun ke politik.

Menghadapi dinamika politik tersebut, dengan merendah kepada rekan-rekan seperjuangannya meminta untuk selalu memberikan rambu-rambu atau warning jika keluar dari agenda utama dalam perjuangan membela kaum perempuan. 

“Tegur dan ingatkan saya jika jalan saya keluar dari garis perjuangan rakyat, khususnya perempuan. Doakan saya agar tetap istiqamah,” demikian pesan Endang Herdianti kepada rekan seperjuangan dan konstituennya di Kabupaten Sigi. (*)

Reporter: Elwin Kandabu

Ayo tulis komentar cerdas