Pelaksanaan pembukaan Sosialisasi Produk Pangan Wajib SNI yang digelar Dinas Perindag Sulteng, Selasa, 23 Juli 2019. (Foto: Syahril Hantono/ Metrosulawesi)

Palu, Metrosulawesi.id – Pemerintah terus memasyarakatkan produk yang wajib memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI). Selasa, 23 Juli 2019 Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Sulteng menggelar Sosialisasi Produk Pangan Wajib SNI.

Sosialisasi diikuti pejabat pengawas produk pangan serta beberapa pelaku usaha produk pangan dari Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Sigi. Kegiatan tersebut dibuka Kadis Perindag Sulteng, Richard Arnaldo yang diwakili  Kepala Bidang Pembinaan dan Pengembangan Industri (PPI), Bambang Mustanto.

Bambang mengatakan, menurut catatan Kementerian Perindustrian RI, khusus produk pangan baru enam produk yang memiliki standar wajib. Keenam produk pangan itu yakni air minum dalam kemasan (AMDK), tepung terigu, garam beryodium, kakao, gula rafinasi, dan minyak goring.

Kemenperin juga menyebutkan ada banyak faktor yang menyebabkan penerapan SNI berjalan lambat di Indonesia. Antara lain, dari sisi pengusaha para eksportir lebih fokus untuk memenuhi persyaratan internasional atau buyer, dibanding memenuhi SNI.

‘’Untuk pasar lokal, produsen masih kurang kesadaran untuk menerapka SNI yang bersifat sukarela karena dianggap menambah biaya produksi,’’ kata Bambang dalam sambutannya mewakili Kadis Perindag Sulteng, Richard Arnaldo.

Dari sisi konsumen yang belum mengetahui dan peduli terhadap mutu dan standar produk pangan yang dikonsumsi.

‘’Pertimbangan harga  masih menjadi factor utama dalam pemilihan produk pangan. Selain memang daya beli masyarakat yang terbatas. Ini menjadi PR bagi pemerintah untuk mewujudkan produk pangan murah tetapi tetap bermutu,’’ katanya.

Selain itu, aspek regulasi SNI berdasarkan evaluasi beberapa SNI sulit dipenuhi oleh produsen karena proses yang berbeda atau kurang ramah bagi pengusaha skala IKM.

Karena itu, lanjut Bambang, pemerintah membuat strategi baru untuk penerapan SNI. Strategi baru mulai dari aspek regulasi SNI agar lebih ramah bagi IKM. Kemudian memberdayakan kelembagaan di daerah untuk lebih berperan dalam sistem SNI.

‘’Sehingga proses sertfikasi produk, monitoring, dan pengawas dapat berjalan efektif dengan melibatkan pemerintah daerah,’’ katanya.

Strategi lainnya adalah insentif bagi IKM yang mau menerapkan SNI, seperti pengurangan pajak atau pemotongan biaya sertifikasi.

‘’Dengan sinergi antara pememerintah pusat dan daerah, produsen dan konsumen, produk olahan pangan ber-SNI di Indonesia, khususnya di Sulteng dapat terwujud,’’ kata Bambang.

Reporter: Syahril Hantono

Ayo tulis komentar cerdas