DENGAR PENDAPAT - Ruang Rapat Kantor DPRD Kota Palu disesaki pengemudi ojek online mitra Grab yang menuntut keadilan atas kebijakan Grab yang dianggap merugikan mereka, Rabu 17 Juli 2019. (Foto: Tahmil Burhanuddin/ Metrosulawesi)

Palu, Metrosulawesi.id – Puluhan pengemudi (driver) ojek online Grab mendatangi Kantor DPRD Kota Palu untuk menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan pihak manajemen perusahaan transportasi berbasis daring (online) itu, Rabu 17 Juli 2019.

Para pengemudi yang tergabung dalam Asosiasi Pengemudi Grab Bike (Aspeg) tersebut membawa sejumlah tuntutan. Di antaranya, menuntut kejelasan hukum keberadaan Grab Driver Center (GDC) di Kota Palu. Kemudian menolak semua kebijakan yang setiap saat dikeluarkan oleh pihak operator tanpa mengomunikasikan dengan mitra (driver) yang dianggap merugikan.

Mereka juga mempertanyakan adanya perlakuan pemberian insentif ganda, meminta perlindungan yang setara antara mitra Grab dengan pelanggan, serta meminta pihak GDC Palu melakukan komunikasi yang intensif dengan mereka sebagai mitra Grab.

Menurut Ketua Aspeg, Bahri, sejak 20 Juni 2019 lalu, pihak GDC memberlakukan pemberian insentif ganda. Di mana setiap driver Grab yang mencapai target poin akan diberikan insentif namun dengan nominal yang berbeda di angka poin yang sama.

“Agak janggal bagi kami, di angka poin 270 ada driver yang dibayar Rp45 ribu ada juga yang Rp65 ribu. Nah ini yang kami pertanyakan, apa dasar pemberian intensif yang berbeda itu, apalagi kebijakan ini keluar tanpa dikomunikasikan dulu dengan kami sebagai mitra. Tidak ada pendapat kami dalam pengambilan kebijakan itu,” ungkap Bahri.

Selain itu, masih banyak kebijakan manajemen operator perusahaan ojek daring tersebut yang menurutnya sangat merugikan mereka sebagai mitra kerja. Apalagi keberadaan Grab yang dianggap ilegal di Kota Palu karena belum adanya Peraturan Daerah (Perda) yang menjadi landasan hukumnya membuat mereka sebagai pengemudi kerap menjadi korban tanpa ada perlindungan.

“Misalnya ketika ada konsumen fiktif, kami yang dirugikan. Pihak GDC tidak memberikan perlindungan. Bahkan ketika ada indikasi pelanggaran pidana, kami tidak bisa berbuat apa-apa karena memang tidak ada regulasi yang mengaturnya,” ujar dia.

Terkait hal itu pihak Grab yang diwakili oleh Government Alfairs Grab Indonesia Jainer Laluyan Porayow menyebut pihaknya merupakan perusahaan penyedia aplikasi yang secara legal melakukan operasional berdasarkan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri yang dimaksudnya yakni Peraturan Menteri nomor 32 tahun 2016.

Dia menyebut adanya beberapa kali aksi demonstrasi hingga tuntutan oleh para mitra Grab merupakan mis komunikasi.

“Intinya ini masalah komunikasi, mungkin lebih ke mis komunikasi. Saya rasa rekomendasi yang akan dibuat Anggota Dewan kami siap,” jelasnya.

RDP bersama Komisi C DPRD Kota Palu tersebut menghasilkan sejumlah rekomendasi. Anggota DPRD bahkan sempat menyinggung terkait rekomendasi pemberhentian operasional Grab di Kota Palu jika dianggap ilegal.

“Kalau belum legal sebaiknya Grab diberhentikan saja dulu di Kota Palu,” ungkap Anggota DPRD Fraksi PPP Ridwan Alimuda memberi masukan.

Hal serupa juga diutarakan oleh Anggota DPRD Fraksi PKS Rusman Ramli.

“Sudah dua tahun di Palu, apa manfaat GRab bagi daerah? Bukan hanya pada pelanggan.Transparansi saya rasa sangat penting.Grab di Palu ini perlu jadi sorotan. Seperti kata Ridwan, kalau perlu diberhentikan dulu sementara sambil memperbaiki sistemnya, sambil kita hitung juga berapa penghasilan daerah dari ojek online ini,” kata dia.

Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Kota Palu Sofyan R Aswin membacakan rekomendasi hasil RDP menyebut hal terpenting yang perlu dilakukan yakni meninjau kembali keberadaan Grab di Kota Palu hingga ada regulasi yang konkret.

“Kita akan mendesak Kota Palu agar merancang peraturan daerah. Kita juga akan meminta Pemkot jadi mediator untuk penyelesaian masalah antara pemilik aplikasi dan mitra Grab ini,” jelas Sofyan.

Pihak Grab sendiri diberi jangka waktu dua pekan untuk menyelesaikan tuntutan para pengemudi ojek online mitra mereka.

“Opsi terburuknya, kita hentikan sementara aktifitas jika memang harus, ini soal keselamatan meskipun bisa merugikan konsumen,” ungkap Ketua Aspeg, Bahri.

Reporter: Tahmil Burhanuddin
Editor: Udin Salim

Ayo tulis komentar cerdas